DEPOK, depokpost.com – Kuasa hukum Tjoen Djan, Andi Tatang Supriyadi, melontarkan kritik keras terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok yang dinilai lamban dan tidak responsif dalam menanggapi permohonan pengukuran ulang atas dua bidang tanah bersertifikat milik kliennya.
Pernyataan tersebut disampaikan Andi sebagai bentuk klarifikasi lanjutan terhadap tanggapan yang sebelumnya dikeluarkan BPN, terkait sengketa lahan yang kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Depok.
Menurut Andi, persoalan bermula pada tahun 2023 saat kliennya digugat dalam perkara perdata Nomor 83/PDT.G. Namun, kata dia, Tjoen Djan sama sekali tidak mengetahui adanya proses hukum tersebut karena tidak pernah menerima relaas panggilan dari pengadilan, hingga akhirnya tiba-tiba menerima surat eksekusi.
“Setelah menerima surat itu, barulah klien kami datang ke kantor hukum untuk meminta pendampingan,” jelas Andi, Senin (1/7/2025).
Menindaklanjuti hal itu, tim kuasa hukum mengajukan perlawanan terhadap eksekusi dan menyampaikan keberatan kepada majelis hakim bahwa tergugat tidak pernah dipanggil secara resmi dan tidak hadir dalam persidangan. Ia juga mempertanyakan apakah telah dilakukan pemeriksaan setempat (PS) oleh pengadilan.
“Berdasarkan informasi dari BPN, tidak pernah dilakukan pemeriksaan setempat di lokasi objek sengketa,” ungkapnya.
Guna memastikan batas kepemilikan tanah dan memperjelas status objek sengketa, Andi bersama timnya mengajukan permohonan pengukuran ulang terhadap dua bidang tanah bersertifikat atas nama kliennya, yakni Nomor 07640 dan 07051. Permohonan tersebut telah diajukan sebanyak tiga kali: pada 7 Januari, 21 Januari, dan terakhir melalui surat ketiga dengan substansi serupa.
“Namun ketiganya tidak mendapat respons tertulis dari pihak BPN. Padahal, proses persidangan tetap berjalan hingga terbit putusan baru dalam perkara Nomor 200,” tegas Andi.
Merasa diabaikan, pihaknya kemudian mengajukan permohonan konstatering atau peninjauan lokasi oleh pengadilan bersama BPN pada 2 Mei 2025. Lagi-lagi, permohonan itu tak kunjung ditanggapi secara memadai oleh BPN Kota Depok.
Akibat dugaan kelalaian tersebut, Andi mengaku telah melayangkan laporan ke Komisi Yudisial (KY) pada 5 Mei 2025 terhadap majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Selain itu, ia juga menyampaikan aduan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Pusat terkait buruknya pelayanan di BPN Depok, sekaligus menyinggung dugaan adanya praktik mafia tanah.
“Kami membaca bahwa dua hakim yang kami laporkan telah dimutasi. Ini menunjukkan ada sesuatu yang perlu diperiksa lebih jauh,” ujarnya.
Andi menegaskan bahwa kliennya tidak keberatan menyerahkan lahan jika terbukti melanggar hak pihak lain. Namun, ia mendesak agar proses pengukuran ulang dilakukan secara adil dan transparan dengan melibatkan seluruh pihak terkait.
“Klien kami adalah pembeli pertama yang memiliki Akta Jual Beli (AJB) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sementara pihak penggugat justru baru membeli belakangan. Jadi, mengapa permintaan kami untuk pengukuran ulang tidak digubris?” tutur Andi.
Sebagai bentuk keseriusan, surat permohonan terakhir telah kembali dikirim pada 2 Mei 2025 dengan Nomor 178/ATS/2025. Pihaknya juga menyampaikan langsung keluhan kepada Kepala Kantor BPN Kota Depok terkait buruknya pelayanan selama proses hukum berlangsung.
“Saat ini kami masih menunggu hasil dari seluruh aduan yang telah kami sampaikan,” pungkasnya. (**/bro)
